Al qur an pasti tidak mungkin
memberitakan , jikalau hanya sekedar sebuah dongengan pengantar tidur saja.
Pasti ada rahasia yang sangat besar di balik pengungkapan berita tersebut.
Apapun yang diberitakan Al qur
an adalah sebuah kepastian, hukum sunatulloh, yang berlaku dari dahulu, kini,
hingga nanti. Meliputi seluruh peradaban manusia dan alam semesta. Jadi
logikanya ilmu tersebut pasti masih ada dalam kesadaran umat manusia hingga
kini.
Dan sebenarnya rahasia apa (hikmah) yang diajarkan Allah kepada orang tersebut. Apakah yang di maksud
dengan hikmah dari kitab-kitab-Nya ? Sehingga (ketika) seseorang telah mampu
memahami hikmah dari kitab-kitab-Nya, orang tersebut akan memiliki kemampuan
luar biasa
Banyak sekali kajian yang
mencoba mengungkapkannya, dengan segala wahana yang di tawarkan. Kajian ini
mencoba memberikan pembanding bagi kajian-kajian lainnya. Memberikan alternatif
pemikiran. Bagaimana seharusnya kita
menyikapi berita (kisah) Al qur an tersebut ?
Banyak sudah kajian yang
membahas perihal Ilmu Laduni ini. Ada sebagian orang yang menghubungkan ilmu
ini dengan kekuatan ghaib, karomah, kesaktian dan lain sebagainya. Ada lagi
yang percaya bahwa orang yang memiliki ilmu ini akan memiliki kemampuan membuka
berita-berita ghaib.
Sehingga orang yang memiliki
ilmu ini akan mampu meramalkan kejadian yang bakalan terjadi, sebagaimana yang
di isyaratkan dalam hikayat nabi Khidir. Karenanya, orang kemudian percaya dan
meyakini bahwa ilmu ini hanyalah milik para nabi dan para wali saja.
Ilmu Laduni telah di
persepsikan, dikontruksikan sedemikian rupa, berkaitan dengan karomah dan
lainnya, sehingga jika kemudian ada orang yang mengaku memiliki kemampuan
mendekati persepsi ini, maka orang tersebut akan di puja-puja bagai orang
sakti, sebagaimana orang yang dianggap setingkat para wali.
Begitu terpesonanya manusia
melihat kehebatan yang dipertunjukannya. Sehingga mereka lupa bahwa bukan itu
hakekat Ilmu Laduni. Kehebatan Ilmu Laduni yang disangkakan akhirnya menjadi
tujuan para pemuja ilmu.
Sebuah ironi atas ilmu, jika
ada permintaan maka ada penawaran begitulah hukumnya. Ketika orang tergila-gila
dengan ilmu tersebut, maka ada sebagian orang lainnya yang melakukan klaim
bahwa dirinya telah memiliki ilmu yang dimaksud. Seperti semut bertemu gula,
begitulah keadaannya. Pemilik ilmu kemudian dikerumuni, di puja di perlakukan
bak raja, titahnya adalah titah sang pendito ratu.
Maka bermuncullah orang-orang
yang mengaku aku telah memiliki ilmu Laduni dan bahkan katanya mampu
mengajarkan ilmu tersebut. Munculah fenomena para dukun yang berkolaborasi
dengan para jin, mengaku memiliki ilmu Laduni, biar semakin laris dagangan
mereka karena dianggap wali atau orang tua sakti.
Ilmu Laduni biasa juga di sebut
dengan Ilmu Hikmah adalah Ilmu Hati. Pada awalnya, Ilmu ini lebih banyak
membicarakan perihal penyingkapan hati, teori tentang Dzauk (rahsa) dan Kasyaf. Jika hati sudah
bening maka jiwa diharapkan akan mampu membaca dan menangkap kehendak-kehendak
Allah. Bahkan sampai kepada membaca Lauh Mahfudz.
Dalam dimensi inilah kemudian
orang sering menyalah gunakan pemahaman atas ilmu ini. Orang-orang yang
tergila-gila ilmu ini, mengklaim dirinya telah melihat Lauh Mahfud.
Dia meng klaim telah membaca
apa yang tersurat ataupun tersirat, mampu menguraikan hikmah kata perkata
bahkan setiap huruf dari Al qur an. Mampu menguraikan hikmah tiap surah dan
ayat yang berhubungan dengan kekayaan, kesaktian, kekuatan dan lain-lainnya.
Setiap surah kemudian di urai
menjadi obat bagi siapa saja yang sakit dan membutuhkan bantuan. Pendek kata
ayat-ayat Al qur an dan setiap hurufnya dijadikan komediti yang dapat di jual
belikan sesuai dengan kebutuhan manusianya. Sungguh hal yang menimbulkan bahaya
tersendiri bagi bagi orang yang tidak lurus hatinya.
Rosululloh mengingatkan kepada
kita agar berhati-hati terhadap orang yang mengaku-aku memiliki Ilmu Hikmah
(Laduni). Berkata Aisyah ra bahwa Rosululloh setelah membaca Surah Ali Imron
ayat 7;
“Jika
kamu melihat orang-orang bermujahadah tentang itu (mencari takwil perihal
ayat-ayat mustasyabihat) maka itulah orang-orang yang dimaksud Allah, (orang
yang akan menimbulkan fitnah) maka jauhilah mereka” (Riwayat Imam Ahmad). Riwayat ini di kuatkan
oleh Bukhari, Muslim dan Ibn Jarir.
Banyak sekali ayat yang tidak
seharusnya di takwilkan, dan memang akan sulit di takwilkan. Sebab banyak
dimensinya, salah satunya adalah berada dalam dimensi rahsa, misal kata cinta,
kasih sayang, ikhsan, takwa, syukur, iman, dan lain-lainnya. Kata tersebut
hanya akan mampu dipahami jika kita sudah berada dalam keadaan hal yaitu
suasananya.
Maka jika seseorang ingin
mengetahui bagaimanakah keadaan rahsa cinta kepada Allah misalnya, maka orang
tersebut harus memasuki dimensi rahsa. Jika hanya diuraikan melalui akal dan
logika, melalui perbendaharaan kata-kata manusia, maka kita tidak akan mampu
mendapatkan keadaan hal (suasana) sebagaimana yang dimaksud oleh kata cinta itu sendiri.
Semisal buah jeruk, kita tidak
akan mampu mendapatkan referensi utuh perihal jeruk, jika kita tidak
mendapatkan realitas buah itu sendiri. Jika kita sudah menemukan realitas jeruk
maka karenanya, kita pun dengan sendirinya, menjadi mampu berada dalam suasana,
keadaan, kondisi, hal siap menerima makna hakekat jeruk selanjutnya yang masuk
kedalam kesadaran kita, karena kita sudah memiliki referensinya (realitasnya).
Jika kita masuk kedalam
realitas dimensi keadaan hal (suasana) hakekat sebagaimana keadaan jeruk itu
sendiri, secara bulat, baik dalam realitasnya maupun dalam dimensi rahsanya,
dan oleh karenanya kita kemudian memiliki pengetahuan tentang hal ikhwal perihal
buah jeruk tersebut dengan benar dan utuh.
Sehingga kita mampu menjadi
yakin yakinnya, tanpa ada ruang yang menyisakan keraguan sedikitpun di dalam
dada kita, maka oleh sebab karena keyakinan ini, jikalau ada pembantah meskipun
sang pembantah mampu membalikan gunung sekalipun, keyakinannya akan tetap tidak
akan tergoyahkan. Dia akan tetap pada pendiriannya bahwa hakekat jeruk yang
benar adalah yang sebagaimana realitas dalam kesadarannya itu.
Maka (ketika) kita berada dalam pengamatan
ini, dalam suasana kondisi seperti ini maka secara tidak langsung, kita tengah
berada di dalam bagian dari Ilmu Laduni itu sendiri.