Senin, 11 Desember 2017

Mengenal Ajaran Tasawuf Sunan Kalijaga

Kanjeng Sunan Kalijaga seorang tokoh wali songo, beliau mempunyai peranan yang amat penting dalam penyebaran agama islam di jawa. Peran yang paling nyata adalah melanjutkan pengislaman tanah jawa dan memperkuat landasan islami di kalangan masyarakat.

Kokohnya budaya dan adat-istiadat orang jawa yang berakar kepada nilai-nilai islam  itulah barangkali karya sunan kalijaga yang paling penting dalam perkembangan islam di Indonesia khususnya di jawa. Berikut ini adalah Ajaran Tasawuf Sunan Kalijaga.

1. Pengamalan Syariat
Syariat tidak harus dipahami secara literal dan tidak juga harus dimengerti secara harfiah.Kita harus bisa memahami makna yang ada di balik yang tampak, kemudian diamalkan untuk kehidupan nyata.
Tidak seluruh bentuk syariat yang menjadi perhatian sunan kalijaga. Beberapa hal yang menjadi kunci amalan dalam agama islam, seperti sholat dan haji, yang menjadi perhatiannya. Kedua ibadah ini dilaksanakan secara demonstratif oleh umat islam.

a) Ibadah Sholat
Keunggulan seseorang itu terletak pada pemahaman dan penghayatan dari kesejatian sholat, penyembahan dan pujian, bukan pada sholat lima waktu. Oleh sunan bonang, mengerjakan sholat lima kali sehari disebut sembahyang, sifatnya hanyalah tata karma dalam pergaulan umat islam dan hakikat mengerjakannya hanyalah hiasan bagi sholat daim.
Sholat daim disebut sebagai kebaktian yang unggul, karena semua tingkah laku merupakan wujud dari sembahyang. Jadi, sholat daim adalah sholat sepanjang hayat, tidak pernah terputus dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Diam atau bicara, istirahat atau bekerja, tidur maupun bangun, senantiasa sholat.Semua gerak tubuh ini merupakan sembahyang.

Bukan hanya wudhu, bahkan tatkala bertinja dan kencing pun dalam keadaan sholat. Dalil dari sholat daim itu sendiri terdapat di dalam Al-qur’an, mengingat hakikat sholat dalam Al-qur’an ditujukan untuk berzikir kepada Allah dan mencegah perbuatan keji dan mungkar.

b) Ibadah Haji
Rukun islam dalam bentuk puasa dan zakat tidak mendapat porsi utama dalam ajaran islam yang diamalkan sunan kalijaga. Puasa dan zakat bukan hal yang istimewa bagi masyarakat nusantara termasuk jawa pada waktu itu. Puasa dan zakat merupakan sikap hidup sebagian besar masyarakat nusantara. Maka dari itu, ibadah haji dipandang sebagai masuknya tata cara yang baru dalam hidup beragama.

Sunan kalijaga menggambarkan bahwa ibadah haji itu buka pergi secara fisik ke kota mekah yang ada di jazirah arab. Tidak ada yang tahu letak mekah sejati, karena ada di dalam diri. Menempuhnya harus sabar dan rela hidup di dunia tanpa terjebak keduniaan.Inilah yang disebut dengan haji.Sabar dan ikhlas dalam meniti kebenaran.

Sabar berarti tahan uji dalam menempuh kehidupan ini. Terus bertekad menempuh jalan yang benar meski godaan dan rintangan menghadang.orang yang sabar tak akan berhenti di tengah jalan dalam mencapai tujuannya. Sedangkan ikhlas atau rela adalah kesanggupan untuk hidup tak terkontaminasi atau tercemari kotoran dunia.

Tak ikut-ikutan berebut takhta, harta, dan dunia.Semua ini dikatakan sebagai haji karena tujuan haji adalah untuk menjadikan manusia sempurna, insan kamil.
Jika kesalehan dalam hidup ini sudah menjadi bagian pelaksanaan syariat agama, selanjutnya kita tinggal meningkatkan keimanan dan ketakwaan hidup ini.Meningkatkan keikhlasan dan semangat hidup yang benar.Tanpa wujud nyata dalam hidup ini maka syariat hanyalah formalitas belaka.

2. Tarekat Sunan
Sunan kalijaga adalah seorang mistikus. Dia mistikus islam sekaligus mistikus jawa. Tentu saja dia seorang sufi dan pengamal tarekat. Berdasarkan saresahan wali, yang menjadi sumber pelajaran keimanan dan makrifat adalah kitab ihya’ ulum ad-din karya Imam al-Ghazali. Tentunya tarekat yang dianutnya adalah ghazaliyyah.

Tetapi, jika dilacak dari berbagai tembang yang ditulisnya, atau serat suluk tentang dirinya, jelas amat sulit menggolongkan sunan ke dalam tarekat tertentu.Tampaknya sunan meramu ajaran tarekat yang berasal dari luar dengan praktik mistik jawa.

a) Meditasi dan kontemplasi
Meditasi atau semedi merupakan salah satu cara dalam tarekatnya sunan kalijaga. Meditasi atau semedi dapat disamakan dengan zikir. Melakukan meditasi tidak sama dengan olahraga pernapasan. Kalau olahraga yang diperhatikan hanyalah badan jasmani saja, tetapi dalam meditasi ada daya upaya, usaha, untuk meningkatkan kesempurnaan spiritual.

Pertama, bagi yang hendak melakukan semedi harus melakukan sesaji ing sagara, yaitu mengutamakan peranan kalbu.Sagara atau lautan dalam pandangan jawa merupakan lambang bagi hati atau kalbu. Harus bisa mengendalikan hati sehingga pengembaraan perasaan, pikiran dan permana menjadi satu.

Kedua, semedi merupakan cara untuk membersihkan diri dari program lama yang masih melekat pada pita kaset hidup ini. Ketiga, bila zikir yang dilakukan telah sempurna benar-benar, yakni angan-angan, pikiran dan ilusi telah lenyap, maka batin sang pezikir selamat sentosa. Dia terbebas dari segala gangguan batin.

b) Kesalehan dalam hidup
Dalam bahasa agama, amar makruf (menyeru kematian) merupakan wujud kesalehan dalam hidup. Baik itu kesalehan pribadi maupun social.Amar makruf merupakan perintah untuk berbuat dan bertindak kebajikan. Yaitu, perbuatan baik yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sesuatu yang makruf itu merupakan wujud dari kearifan local. Artinya, apa yang ma’ruf di jazirah Arabia, belum tentu ma’ruf di jawa.

Dalam kemakrufan local dikenal apa yang namanya Pancasetya, yaitu setya budaya, setya wacana, setya semaya, setya laksana, dan setya mitra.
·         Pertama, setya budaya. Dengan budayanya, manusia mencoba mengatasi alam lingkungan hidupnya untuk kesejahteraan hidupnya.
·         Kedua, setya wacana. Memegang teguh ucapannya.Apa yang diperbuat sesuai dengan yang dikatakan.
·         Ketiga, setya semaya. Dalam kehidupan ini kita harus senantiasa menepati janji.Janji merupakan ucapan kesediaan atau kesanggupan untuk memberikan sesuatu.
·         Keempat, setya laksana. Yaitu bertanggung jawab atas tugas yang dipikulnya.
·         Kelima, setya mitra. Artinya, yang dibangun dalam kehidupan ini adalah persahabatan dan kesetiakawanan. Dalam bahasa kehidupan modern yang kita bangun dalam kehidupan social adalah partnership atau kemitraan.
Tarekat sunan kalijaga yang intinya mengamalkan zikir dan meditasi dalam kehidupan sehari-hari, merupakan cara untuk mencapai kesadaran hidup. Bentuk dari kesadaran itu adalah amar makruf nahi mungkar dengan basis budaya jawa.

Islam yang dibawakan sunan kalijaga benar-benar menjadi rahmat bagi sekalian alam. Islam dibawakan dengan gaya tarekatnya sendiri, yaitu tarekat ala jawa.

3. Memahami Hakikat
Tahap terakhir dalam perjalanan penyempurnaan diri adalah makrifat. Sebelum mencapai tahap itu, maka kita harus memahami hakikat karena makrifat merupakan buah dari hakikat.Langkah pertama dalam tahap hakikat adalah mengenal diri.

Karena dengan mengenal dirinya itulah dia akan mengenal Tuhannya. Ada empat ketakjuban yang harus dipahami dalam tahap hakikat. Yaitu, ketakjuban pada syahadat, takbir, menghadap kepada Tuhan, dan sakaratul maut.

a) Ketakjuban terhadap Syahadat
Syahadat sebenarnya kesaksian. Dengan demikian, orang yang bersyahadat berarti orang yang bersaksi. Jelas sekali bahwa syahadat bukan mengucapkan dua kalimat syahadat belaka, melainkan ada kesadaran yang hadir ketika kalimat itu diucapkan. Jadi, bersyahadat bukan formalitas ucapan tentang kesaksian saja.

b) Ketakjuban terhadap Takbir
Selama ini takbir hanya dimaknai sebagai ucapan Allahu Akbar. Sebenarnya kekaguman pada takbir itu adalah pengucapan yang lahir dari firman Allah untuk memuji dzat-Nya, keagungan-Nya, kekaguman yang timbul di dalam hati yang menerima belas kasih-Nya.Jadi, takbir yang sebenarnya itu hasil dari penghayatan diri terhadap sifat Allah.

c) Ketakjuban saat menghadap Allah
Ada perbedaan diantara manusia dan Allah.Allah adalah sumber kebahagiaan, sumber kedamaian dan sumber keselamatan. Meskipun demikian, rasa di dalam batinlah yang bisa menangkap kebahagiaan itu. Hakikat rasa adalah tumbuhnya kemampuan untuk merasakan kehadiran Tuhan.

d) Ketakjuban saat Sakaratul Maut
Sakaratul maut harus dijemput secara mapan. Mantap dan tidak goyah dalam menghadapinya. Dalam keadaan sakaratul maut, teroris dan penggembira mungkin datang silih berganti. Mungkin semua itu menjadi tak berarti bagi yang terlatih meditasi. Bagi yang biasa zikir, kesadaran itu bagian dari hidupnya. Meditasi atau zikir adalah cara untuk melatih diri untuk bias menolong dirinya dalam menghadap Tuhan.

4. Ma’rifat Kepada Allah
Makrifat adalah hadirnya kebenaran Allah pada seorang Sufi dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan “Nur Ilahi”. Makrifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan dalam akal pikiran.
Jika meningkat makrifatnya, maka meningkat pula ketenangan hatinya. Akan tetapi tidak semua sufi dapat mencapai pada tingkatan ini, karena itu seorang sufi yang sudah sampai pada tingkatan makrifat ini memiliki tanda-tanda tertentu, antara lain :
1.    Selalu memancar cahaya makrifat padanya dalam segala sikap dan perilakunya. Karena itu sikap wara selalu ada pada dirinya.
2.    Tidak menjadikan keputusan pada suatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf belum tentu benar.
3.    Tidak meginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu bisa membawanya pada hal yang haram.
4.    Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang sufi tidak menginginkan kemewahan dalam hidupnya, kiranya kebutuhan duniawi sekedar untuk menunjang ibadahnya, dan tingkatan makrifat yang dimiliki cukup menjadikan ia bahagia dalam hidupnya karena merasa selalu bersama-sama dengan Tuhannya.
5.    Sampai pada tingkatan yang paling tinggi dalam pencapaiannya sebagai seorang sufi, Sunan Kalijaga telah melewati beberapa tahapan untuk dapat menuju tingkatan makrifat dan mengenal siapa dirinya. Dalam perjalanan spiritualnya yang digambarkan dalam sebuah simbol kehidupan.

Dalam Suluk seh Malaya disebutkan “Lamun siro arsa munggah kaji, marang mekah kaki ana apa,….lamon ora weruh ing kakbah sejati, tan wruh iman hidayat”
artinya, jika kamu akan melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, kamu harus tahu tujuan.
Bila belum tahu tujuan yang sebenarnya dari ibadah haji, tentu apa yang dilakukan itu sia-sia belaka. Demikianlah sesungguhnya iman hidayat yang harus kau yakini dalam hati.
Keyakinan iman hidayat tidak mungkin ditemukan di luar diri manusia, namun ia sesungguhnya terletak di dalam diri atau batin manusia itu sendiri.

Dalam naskah Suluk Linglung disebutkan “cahaya gumawang tan wruh arane, pancamaya rampun, sejatine tyasira yekti, pangareping salira”. Artinya, cahaya yang mencorong tapi tidak diketahui namanya adalah pancamaya yang sebenarnya ada di dalam hatimu sendiri, bahkan mangatur dan memimpin dirimu.

Maksudnya manusia yang telah menyingkap dimensi batinnya, akan mengetahui hakikatnya, bahwa asal-usulnya dari Allah, berupa kesatuan hamba dengan Tuhan adalah Manunggaling Kawula-Gusti atau dalam Suluk Linglung diungkapkan dengan iman hidayat.
Proses ini dalam Suluk Linglung tercermin dalam kutipan “Lah ta mara seh Malaya aglis, umanjinga guwa garbaningwang” ,artinya, Seh Malaya segeralah kemari secepatnya, masuklah ke dalam tubuhku.

Dalam tahap ini jiwa manusia bersatu dengan jiwa semesta. Melalui kebersatuan ini maka manusia mencapai kawruh sangkan paraning dumadi, yaitu pengetahuan atau ilmu tentang asal-usul dan tujuan segala apa yang di ciptakan-Nya.

Tahap-tahap menuju suluk di jalan Allah dengan menempuh jalan yang di ridhoi Allah, demi kebahagiaan abadi baik di dunia dan di akhirat, telah diajarkan dengan baik oleh Sunan Kalijaga dengan menekankan pentingnya ajaran syari’at guna menggapai ajaran tarekat dan makrifat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengunjungi Makam Wali Allah, Sultan Suriansyah

Makam Sultan Suriansyah   S ultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yan...