Rabu, 16 Agustus 2017

Karomah Syekh Maulana Malik Ibrahim Menurunkan Hujan

Makam Sunan Malik Ibrahim 
Salah satu Wali Songo periode pertama yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim sering kali disebut-sebut memiliki karomah dalam menurunkan hujan saat musim kemarau yang berkepanjangan.

Kisahnya saat Syekh Maulana Malik Ibrahim atau juga sering disebut sebagai Sunan Gresik ini mengembara dan bertemu dengan sekelompok orang yang tengah mengadakan upacara pengorbanan seorang gadis di atas bukit untuk meminta hujan.

Dalam upacara itu sang dukun telah siap menghujamkan sebilah pisau ke dada gadis cantik yang dijadikan persembahan bagi Dewa Hujan.

Wanita itu adalah gadis ketiga yang dipersembahkan ke Dewa Hujan setelah dua korban sebelumnya dipersembahkan namun tidak juga membuat hujan turun dari langit.

Dari kejauhan Syekh Maulana Malik Ibrahim berteriak lantang mencegah praktik persembahan manusia itu, tetapi ujung pisau telah sampai ke dada si gadis malang.

Namun keajaiban terjadi, pisau itu tak mampu menembus dadanya. Si dukun merasa ada kekuatan gaib yang menghadang tenaganya menekan pisau ke dada. Sampai kemudian si dukun terlempar jauh.

Tahulah si dukun setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim mendekat. Dengan rasa marah, si dukun menanyakan kenapa Syekh Maulana Malik Ibrahim menghalangi pelaksanaan upacara persembahan manusia itu.

“Sudah berapa gadis yang dikorbankan,? ” tanya Syekh Maulana Malik. “Dua,” jawab si dukun itu. “Apakah setelah dua nyawa itu melayang, hujan turun, ? ” tanya Syekh Maulana Malik Ibrahim lagi.

Si dukun terdiam. Memang setelah dua persembahan lalu, Dewa Hujan belum juga bermurah hati menurunkan airnya. Tetapi dia meyakini setelah yang ketiga ini, Dewa Hujan akan mengabulkan permohonannya, yang juga merupakan permohonan semua penduduk di daerah itu.

Sesaat setelah menyadari kondisi yang dialami penduduk, Syekh Maulana Malik Ibrahim berujar, “Bila hujan dapat turun, masihkah kalian akan mengorbankan gadis ini,? ”.

“Yang kami inginkan adalah hujan, tuan. Jika hujan turun, kami akan bebaskan gadis itu,” ujar seorang penduduk.

Syekh Maulana Malik lalu menjalankan salat Istisqa untuk minta hujan. Karena karomahnya membuat hujan turun dengan deras, mengakhiri kekeringan di daerah tersebut.

Orang-orang yang menyaksikan itu menjadi takjub dan tak kepalang gembiranya. Mereka serentak bersujud seperti menyadari bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang dewa.
  
Tetapi Syekh Maulana Malik segera mencegah dan menyuruh mereka bangkit. Dengan lembut dia menjelaskan semua adalah berkat keagungan Allah SWT, tuhan yang sebenarnya.

Dengan takjub dan mendapat pencerahan dari sebuah tanda kebesaran Allah yang baru lewat tadi, orang-orang itu menyatakan ketertarikannya pada Islam.

Mereka ingin memeluk Islam dan belajar mengenai ajarannya. Lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.

Selain mampu menurunkan hujan, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga memiliki karomah lainnya yaitu dapat mengubah beras menjadi pasir.

Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya. Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir.

Padahal si empunya rumah adalah orang berada yang memiliki berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian.

Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.

Saudagar kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Maulana Malik Ibrahim. Namun sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.

“Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras,” ujar perempuan tua itu sambil melirik ke karung beras yang berada di halaman.
 
Orang kaya itu terkejut, segera dia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Dia pun bersimpuh menangis.

Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menghampirinya. “Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis,?” Syekh Maulana Malik Ibrahim menyindir muridnya yang kikir itu.

“Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah. Saya berdosa,!” si murid meratap bersimpuh di kaki Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Syekh Maulana Malik Ibrahim tersenyum, “Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan,” ujar Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim dia berjanji akan mengubah semua perbuatannya.

Dia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula. Kekikirannya ingin dia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan.

Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali berdoa, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Karena kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu.

Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Dia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi dia menolak pengemis yang datang. Bahkan dia mendirikan musala dan majelis pengajian serta tempat ibadah lainnya.

Menurut beberapa literatur yang ada, Syekh juga Maulana Malik Ibrahim sangat ahli dalam pertanian, pengobatan dan tata negara.

Demikianlah sekelumit kisah tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat mengambil hikmah dari hal tersebut.

“Mana beras,? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir,” ujar orang saudagar kaya itu.

Pengemis tua itu tertunduk sedih. Dia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang muridnya ini benar adanya. Syekh Maulana Malik Ibrahim bergumam dalam hati, dan dia pun berdo’a. Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali.

Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu. “Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!,” kata Pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengunjungi Makam Wali Allah, Sultan Suriansyah

Makam Sultan Suriansyah   S ultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yan...