Komplek Makam Sunan Ampel |
Sejak menempa ilmu agama di Ampel Denta, Surabaya, Jawa Timur, Sayyid
Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat alias Sunan Ampel mengajarkan para muridnya
untuk menjauhi lima hal yang bisa merusak aqidah.
Ajaran itu adalah Moh Limo (lima larangan). Falsafah dalam istilah bahasa Jawa ini, diilhami dari kondisi akhlak masyarakat semasa pemerintahan Prabu Brawijaya V di Majapahit.
Masa itu, para pangeran dan bangsawan hidup berfoya-foya, judi, mabuk-mabukan dan main perempuan. Mihat kondisi ini, Prabu Brawijaya sadar, jika terus dibiarkan, Majapahit akan hancur. Guru spiritual keagamaan pun didatangkan dari Negeri Campa yang tak lain adalah Sunan Ampel.
Sunan Ampel didatangkan atas saran Dwarawati Murdiningrum, istri Brawijaya. Sunan Ampel dihadiahi sebidang tanah di Ampel Denta, Surabaya dan dinikahkan dengan salah satu putrinya, Dewi Candrawati atau Nyai Ageng Manila.
Raden Rahmat pun mendirikan Pondok Pesantren di Ampel Denta dan bergelar Sunan Ampel. Di tempat ini, Sunan Ampel mengajarkan budi pekerti kepada para bangsawan dan pangeran Majapahit berdasarkan syariat Islam. Rakyat jelata pun ikut nyatri, belajar agama bersama-sama di Ampel Denta.
"Hasil didikan Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Moh Limo. Dan sampai sekarang, para ustaz atau mubalig-mubalig, tak jarang memakai istilah Moh Limo dalam tiap dakwahnya," terang Abdul Rahman, salah satu peziarah makam Sunan Ampel kepada merdeka.com.
Moh Limo atau lima larangan adalah Moh Main atau tidak mau berjudi, Moh Mendem atau tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan, Moh Maling atau tidak mau mencuri, Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain sebagainya, Moh Madon atau tidak mau berzina atau main perempuan.
Dan atas hasil didikan Sunan Ampel kepada kaum bangsawan dan pangeran Majapahit ini, Prabu Brawijaya sangat senang. Dia menilai Islam adalah ajaran budi pekerti mulia.
Brawijaya pun membebaskan Sunan Ampel menyebarluaskan ajaran Nabi Muhammad itu di Tanah Jawa. Dengan catatan, tidak memaksa para pemeluk Agama Hindu dan Budha berpindah aqidah. Islam harus disebarkan tanpa paksaan dan ancaman.
"Sunan Ampel pun menjelaskan, memang dalam Islam tidak diperkenankan memaksa seseorang pindah keyakinan. Islam harus dipeluk atas kesadaran diri sendiri tanpa paksaan. Islam adalah agama Rahmatan lil Alamin," kata Abdul Rahman mengisahkan jawaban Sunan Ampel kepada Brawijaya.
"Dalam ajaran Islam ada ayat Alquran yang menjelaskan itu, yaitu Lakum Diinukum wa liyadiin. Yang artinya, bagimu agamamu dan bagiku agamaku," sambungnya mengutip penggalan surah Al Kafirun ayat ke-6.
Namun ketika Brawijaya diajak memeluk Islam oleh Sunan Ampel, seperti yang pernah dilakukan Sunan Gresik, Brawijaya tetap menolak membaca dua kalimat syahadat. Alasannya, Brawijaya ingin menjadi raja pemeluk Hindu terakhir di Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar